Otsus Tak Tunjang Investasi di Papua

JAYAPURA—Meski  Otonomi Khusus (Otsus)  telah digulirkan selama 10  tahun untuk akselerasi  pembangunan di Tanah Papua khususnya  di bidang  pendidikan, kesehatan, peningkatan ekonomi rakyat   serta infrastruktur  baik di Provinsi Papua maupun Papua Barat, tapi  ia justru tak  menunjang  peluang investasi di Papua. 
Faktanya, walaupun  Sumber Daya Alam (SDA) di  Papua cukup menggiurkan, tapi  justru   kalangan pemilik modal  acapkali  mengeluhkan tentang peluang investasi di Papua sekaligus enggan datang ke Papua. 
Demikian disampaikan  Ketua  DPD Kamar Dagang dan Industri (Kadin)  Provinsi  Papua Papua  Drs  John Kabey  ketika    menyampaikan  makalah  pada Seminar Otonomi Khusus dan Prospek Ekonomi Papua yang digelar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Reformasi  Papua di Hotel Aston, Jayapura,  Jumat (9/12). Tokoh  Senior Golongan Karya  Irian Barat di era  1970-an  ini  mengemukakan sejumlah alasan. Pertama, Papua jauh, 7 jam terbang sama dengan Jakarta Tokyo atau Jakarta— Seoul, biaya transportasi mahal, fasilitas bandara masih minim, fasilitas dihotel-hotel pun belum memadai. 
Kedua, infrastruktur. Jalan dan jembatan, pelabuhan, listrik, air bersih masih jauh tertinggal, belum dapat mendukung sebuah investasi. Investasi menjadi mahal. Juga suplai logistik tak lancar dan interconnektivity  masih susah. Investasi di Papua menjadi investasi dengan biaya tinggi. Keempat, pelayanan perizinan masih sangat lambat dan belum profesional dan harus mengeluarkan biaya tinggi. Regulasi daerah belum dapat diandalkan.
Rakyatnya suka aneh-aneh  (palang memalang, hak ulayat, mau merdeka,   tolak Otsus, tembak menembak dengan cara hit and run, tuntut ganti rugi diluar batas kewajaran dan lain lain. Dikisahkannya,  DR Barnabas Suebu  SH, mantan Gubernur Provinsi  Papua periode 5 tahun terakhir, punya mimpi. Dalam mimpi itu dia melihat Papua Baru, Papua dimana rakyatnya hidup makmur diatas tanah yang kaya raya, pantai, laut, hutan, gunung, tanah yang luas, sungai dan danau, keaneka ragaman flora dan fauna, seni budaya. 
Kata dia, semuanya merupakan kekayaan potensial. Rakyatnya berasal dari berbagai suku bangsa yang datang dan menetap di bumi Papua, mereka hidup rukun dan damai, taat hukum dan menghormati pemerintahnya dan menghormati penduduk asli Pulau ini. Tidak ada alasan untuk hidup miskin seperti sekarang ini. Solusinya bukan menangisi nasib yang  miskin itu. Ini adalah sebuah mimpi dan mimpi ini adalah visinya, visi tentang pembangunan ekonomi di Papua. Solusinya adalah membangun, untuk itu harus kerja keras, juga berpikir keras. Think Big, Start Small and Do It Now.
Karena  itu,  lanjutnya, kita dengar pada awal masa jabatannya pak Bas bicara tentang  “Red Carpet for Investors”, pelayanan terpadu satu atap (One Stop Service),  Nomor telepon untuk pengaduan, tidak boleh ada meminta dan memberi suap, kotak pengaduan, batas waktu untuk mengurus tiap-tiap tahap perizinan. Dalam kenyataannya semua ini belum sepenuhnya dilaksanakan secara sungguh sungguh.
Menurutnya,  ada dua sasaran yang harus dicapai dalam pembangunan ekonomi di Papua, yaitu apa yang menjadi visi mantan Gubernur tadi. Apa yang harus dicapai oleh Otsus. Ada banyak cara untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, salah satu adalah melalui investasi swasta.  Pemerintah sendiri melalui APBD maupun APBN, bahkan dana Otsus tak cukup untuk menggerakkan pembangunan ekonomi.  Karena  itu, diperlukan modal swasta dalam bentuk investasi. Investasi dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi membawa pula kesempatan kerja, kesempatan memperoleh penghasilan, kesempatan usaha  dan  lain lain sampai bermuara pada kemakmuran.
Karena  itu,  urainya, pihaknya menyarankan,  pemerintah daerah sebaiknya membuat suatu masterplan pembangunan  ekonomi Papua dan sebuah Perdasus tentang capaian pembangunan ekonomi orang asli Papua sebagai tujuan pelaksanaan Otsus di bidang  ekonomi. Termasuk membuat suatu kebijakan investasi yang diatur dalam Perdasus, dan betul-betul realistis dan     dapat dilakasanakan.
Pemda sebaiknya memberi sejumlah kemudahan dan itu betul-betul dilaksanakan, dalam hal perizinan,  dalam mempertemukan investor dengan masyarakat adat dan insentif fiskal. Hal ini sebaiknya diatur  dalam Perda.
Pemerintah  Daerah juga diharapkan membangun infrastruktur yang mendukung  investasi   di Kota Jayapura, Kabupaten Keeromserta  Kabupaten  Jayapura).
MRP sebagai lembaga perwakilan kultural orang asli Papua, jelas dia,  harus turut memikirkan kemajuan ekonomi, tidak hanya bicara politik. MRP sebaiknya menyelenggarakan musyawarah adat dan mengambil sikap terhadap hak ulayat  dan pembangunan ekonomi, termasuk Rencana Strategi  Pembangunan Kampung  (RESPEK).    “Seluruh  Rakyat  Papua diminta hentikan kekerasan dan pelihara suasana damai. Pemerintah  Pusat  dan Pemerintah Provinsi segera melakukan pemekaran Provinsi menjadi 4 provinsi,” imbuhnya.(mdc/don/l03)
Sumber

0 komentar:

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons